BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perubahan paradigma
konseling keluarga telah terjadi, yaitu sejak pandangan bahwa klien bermasalah
bersumber dari gejala intrapsikik pribadinya, kemudian muncul bahwa pandangan
bahwa masalah klien bukan masalah pribadi dari intrapsikik, tetapi merupakan
masalah keluarga (keluarga sebagai system).
Pandangan
psikonanalisis telah mendasari paradigm lama tentang kendudukan individu
(klien) didalam keluarga. Pada setiap anggota keluarga yang dipandang adalah
individu-individunya yang dianggap menentukan kehidupan keluarga. Jika seorang
anggota bermasalah, seperti terlibat kecanduan narkoba, maka anggota lain tidak
akan berpengaruh. Dengan menyembuhkan individu tersebut maka keluarga akan
aman-aman saja. Dengan kata lain, masalah indra psikis seorang anggota keluarga
tidak terpengaruh apa-apa terhadap keluarga. Jika seorang anggota keluarga
terganggu, maka yang perlu dibenahi adalah anggota tersebut. Tidak perlu
memperbaiki seluruh sistem keluarganya, sama dengan pasien sakit yang perlu
diobati.
Setelah kita
memperlajari proses dan tahapan konseling, akan tergambarlah pada pikiran kita
bahwa setiap tahapan itu tentu mempunyai teknik konseling tertentu, yaitu
bagaimana cara yng tepat bagi konselor untuk memahami dan merespon keadaan
klien, terutama emosinya, dan bagaimana melaukkan tindakan positif dalam usaha
perubahan perilaku klien kearah positif.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konseling keluarga dengan pendekatan sistem ?
2.
Bagaimana teknik-teknik konseling
keluarga dalam pendekatan sistem ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami konseling keluarga dengan pendekatan sistem.
2.
Untuk
mengetahui dan memahami teknik konseling keluarga dalam
pendekatan sistem.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konseling
dengan Pendekatan Sistem Keluarga (Family System Counseling)
Teori sistem
adalah istilah umum mengkonsepkan sekelompok elemen yang saling berhubungan,
misalnya orang yang berinteraksi sebagai satu entitas yang utuh, misalnya
keluarga atau kelompok. Sebagai sebuah konsep, teori sistem “lebih mirip pada
suatu cara berfikir daripada teori yang koheren dan standar”.
Menurut teori
sistem seorang ahli biologi Ludwig Von Bertalanffly bahwa semua organisme yang
hidup tersusun atas komponen-komponen yang berinteraksi secara mutual, dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Fokus sistem teori secara umum adalah
bagaimana interaksi dari bagian-bagian dapat mempengaruhi operasi sistem
tersebut secara keseluruhan (http://mickeystud.blogspot.com/2013/12/jenis-jenis-dan-pendekatan-konseling.html).
Ada sejumlah
pendekatan konseling yang didasarkan pada teori sistem. Salah satunya adalah
teori sistem Bowen, yang dikembangkan untuk membantu orang membedakan dirinya
dari keluarganya http://mickeystud.blogspot.com/2013/12/jenis-jenis-dan-pendekatan-konseling.html. Murray Bowen merupakan peletak dasar
pendekatan sistem. Menurutnya, keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak
berfungsi (disfungsioning family). Keadaan ini terjadi karena
anggota keluarga tidak dapat membebaskan dirinya dari peran dan harapan yang
mengatur dalam hubungan mereka (http://mickeystud.blogspot.com/2013/12/jenis-jenis-dan-pendekatan-konseling.html).
Menurut Bowen,
dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga
bersama-sama dan kekuatan itu dapat pula membuat anggota keluarga melawan yang
mengarah pada individualitas. Sebagian anggota keluarga tidak dapat menghindari
sistem keluarga yang emosional yaitu yang mengarahkan anggota keluarganya
mengalami kesulitan (gangguan). Jika hendak menghindar dari keadaan yang tidak
fungsional itu, dia harus memisahkan diri dari sistem keluarga. Dengan
demikian, dia harus membuat pilihan berdasarkan rasionalitasnya bukan
emosionalnya (https://freesri.wordpress.com/konseling-keluarga/konseling-keluarga/).
Contoh kasus,
pasangan suami istri yang menikah pada tingkat kematangan emosional yang sama
dibandingan dengan pasangan yang kurang matang, yang lebih rentan mengalami
permasalahan dalam hubungan pernikahan mereka, daripada yang lebih matang.
Ketika muncul gesekan besar dalam pernikahan, pasangan yang kurang matang
cenderung memperlihatkan tingkat fusi yang tinggi (emosi kebersamaan yang tidak
terbedakan) ataupemutusan (penghindraan psikologis atau fisik)
karena mereka belum memisahkan diri dari keluarga asalnya dengan cara yang
sehat, dan belum membentuk konsep diri yang stabil. Ketika ditekan sebagai
individu dalam perkawinan, mereka cenderung melakukan triangulasi (memfokuskan
diri dari pihak ketiga). Pihak ketiga dapat berupa perkawinan itu sendiri,
anak, institusi atau sekolah atau bahkan keluhan somatik. Bagaimanapun juga,
hal tersebut mengarah pada interaksi pasangan yang tidak produktif (http://ienhaalfair.blogspot.com/2013/01/teori-pendekatan-bk.html).
Teknik pada
pendekatan ini terfokus pada cara untuk menciptakan seorang individu dengan
konsep diri yang sehat, yang mampu berinteraksi dengan orang lain dan tidak
mengalami ansietas berlebih, setiap kali hubungannya mengalami tekanan. Cara
untuk mencapai tujuan ini melibatkan penilaian atas diri sendiri dan keluarga
dengan sejumlah cara. Salah satunya melalui konstruksi genogram multigenerasi. Genogram melibatkan
informasi yang berhubungan dengan suatu kelurga beserta hubungan masing-masing
anggotanya selama setidaknya 3 generasi terakhir. Genogram dapat
membantu orang dalam mengumpulkan informasi, hipotesis dan melacak perubahan
hubungan dalam konteks peristiwa masa lalu dan kontemporer (http://ienhaalfair.blogspot.com/2013/01/teori-pendekatan-bk.html).
Pendekatan
Sistem Bowen memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari sistem ini adalah
sebagai berikut :
1.
Pendekatan ini berfokus pada riwayat
keluarga multigenerasi dan pentingnya memahami dan menghadapi pola-pola dimasa
lalu, agar dapat menghindari pengulangan tingkah laku tertentu dalam hubungan
antar pribadi .
2.
Pendekatan ini menggunakan genogram dalam
memplot hubungan riwayat, yang merupakan alat spesifik yang asalnya dari
pendekatan Bowen.
Sedangkan
kekurangan dari pendekatan sistem Bowen adalah sebagai berikut
1.
Pendekatan ini kompleks dan ekstensif.
Teorinya tidak dapat dipisahkan dari terapi. Dan jalinan tersebut membuat
pendekatan ini lebih mempunyai keterlibatan daripada kebanyakan pendekatan
terapi lainnya.
2.
Klien yang dapat memetik keuntungan
paling banyak dari teori Bowen adalah yang mempunyai disfungsi berat atau
pembedaan diri yang rendah.
3.
Pendekatan ini membutuhkan investasi
cukup besar pada berbagai tingkatan, yang mungkin sebagian klien tidak mau atau
tidak bisa melakukannya.
B.
Teknik-teknik
Konseling Keluarga dalam Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem
yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling keluarga,
yaitu :
1.
Sculpting
(mematung)
Sculpting
(mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang
menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan
diantara anggota-anggota keluarga. Klien diberi izin menyatakan isi hati dan
persepsinya tanpa rasa cemas. Sculpting digunakan konselor untuk mengungkapkan
konflik keluarga melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga
mengungkapkan perasaannya melalui verbal, untuk mengizinkan anggota keluarga
mengungkapkan perasaannya melalui tindakan (perbuatan). Hal ini bisa dilakukan
dengan “the family relationshop tebelau”
yaitu anggota keluarga yang “mematung”, tidak memberikan respon apa-apa, selama
seorang anggota menyatakan perasaannya secara verbal (Sopyan S.Willis, 2008 :
139-140).
2.
Role
playing (bermain peran)
Role playing (bermain
peran) yaitu suatu teknik yang memberikan peran tertentu kepada anggota
keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain dikeluarga itu, misalnya anak
memainkan peran sebagai ibu. Dengan cara itu anak akan terlepas atau terbebas
dari perasaan-perasaan penghukuman, perasaan tertekan dan lain-lain. Peran itu
kemudian bisa dikembalikan lagi kepada keadaan yang sebenarnya jika ia
menghadapai suatu prilaku ibunya yang mungkin kurang ia sukai. Role playing atau bermain peran, sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu
pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, role playing sering kali
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan
dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri
Syamsu, 2000).
Model Pebelajaran Role Playing adalah
suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa
dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada
umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang
diperankan.
Pada metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan
emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara
nyata dihadapi. Murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama
teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan
yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih
lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai
keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan
memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan
bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan
tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa
yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus
aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin
terjadi. (http://s1pgsd.blogspot.com/2012/11/model-pembelajaran-role-playing.html. Posted on 00:17).
Model pembelajaran Role Playing juga dikenal dengan nama model pembelajaran
Bermain Peran. Pengorganisasian kelas secara berkelompok, masing-masing
kelompok memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa
diberi kebebasan berimprofisasi namun masih dalam batas-batas scenario dari
guru.
3.
Silence
(diam)
Dalam
proses konseling, adakalanya seorang konselor pada untuk bersikap diam. Adapun
alasan konselor melakukan hal ini dapat dikarenakan konselor yang menunggu
klien bepikir, bentuk protes karena klien bicara dengan berbelit-belit atau
menunjang perilaku attending dan
empati sehingga klien bbas berbicara. Diam disini bukan bararti tidak ada
komunikasi akan melainkan tetap ada yait melalui perilaku non verbal. Yang
paling ideal, diam itu paling tinggi 5-10 detik dan selebihnya dapat diganti
dengan dorongan minimal. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 101).
Apabila
anggota berada dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain
yang suka bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor
dengan tutup mulut. Kedaan ini harus dimanfaatkan konselor untuk menunggu suatu
gejala prilaku yang akan muncul menunggu munculnya pikiran baru. Disamping itu
juga digunakan dalam menghadapi klien yang cerewet, banyak omong dan lain-lain.
4.
Confrontation
(konfrontasi)
Confrontation
(konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan
pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling
keluarga. Atau konfrontasi adalah suatu teknik konseling yang memantang klien
untuk meliht adanya diskrepansi atau inkonsistensi secara perkataan dan bahasa
badan (perbuatan), ide awal dengan ide berikutnya, senyum, dengan kedihan dan
sebagainya. Tujuan agar anggota keluarga itu bisa bicara terus terang, dan
jujur serta menyadari perasaan masing-masing. Contoh respon konselor: “siapa biasabya
yang banyak omong?”, konselor bertanya dalam suasana yang mungkin saling
tuding. (Namora Lumongga Lubis. 2011: 99)
5.
Teaching
via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota
dengan cara bertanya,.
6.
Listening
(mendengarkan)
Listening (mendengarkan)
teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan
dengan sabar oleh yang lain. Konselor menggunakan teknik ini untuk mendengarkan
dengan perhatian terhadap klien. Perhatian tersebut terlihat dari cara duduk
konselor yang menghadapkan muka kepada klien, penuh perhatian terhada setiap
pernyataan klien, tidak menyela ketika klien sedang serius.
Listening skill (keterampilan
mendengarkan)
Keterampilan ini terdiri dari;
1)
Attending,
yaitu pernyataan dalam bentuk verbal dan non verbal ketika klien memasuki ruang
konselor,
2)
Paraphrasing,
yaitu respon konselor terhadap pesan utama dalam pernyataan klien. Respon
tersebu merupakan pernyataan ringkas dalam bahasa konselor sendiri tentang
pernyataan klien,
3)
Clarfyng,
yaitu pengungkapan diri dan memfokuskan diskusi. Konselor memperjelas masalah
klien,
4)
Perception
checking, yaitu menentukan ketepatan pendengaran konselor. (Sofyan S. Willis.
2009:141-142).
7.
Recapitulating
(mengikhtisarkan)
Recapitulating
(mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan
yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu
kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus. Misalnya konselor
mengatakan “rupanya ibu merasa rendah diri dan tak mampu menjawab jika suami
anda berkata kasar”.
8.
Summary
(menyimpulkan)
Summary
(menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar
konseling bisa berlanjut secara progresif. Hasil percakapan konselor dank lien
hendaknya disimpulakn sementara oleh konselor untuk memberikan gambaran kilas
balik (feedback) atas hal-hal yang telah dibicarakan sehingga klien dapat
menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan secara bertahap, meningkatkan kualitas
diskusi, dan mempertajam atau memperjelas fokus pada wawacara konseling.
9.
Clarification
(menjernihkan)
Clarification
(menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu
pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar. Klarifikasi juga
terjadi untuk memperjelas perasaan yang diungkap secara samar-samar. Misalnya
mislannya konse,or mengatakan kepada jeni, bukan kepada saya”. Biasanya
klarifikasi lebih menekankan kepada aspek makna kognitif dari suatu pernyataan
verbal klien.
a.
Rasional
Dalam
keadaan ragu-ragu, sering klien berbicara samar-samar alias tidak jelas.
Mungkin dia diliputi perasaan tertentu mungkin menyimpan rahasia, maka klien
kurang jelas pengungkapannya.
Mungkin
pula ketidakjelasan bersumber dari lemahnya kemampuan mengkomunikasi sesuatu
secara jelas. Dalam hal-hal seperti ini konselor harus jeli pengamatannya. Dia
berusaha menggunakan teknik “menjernihkan” atau clarifying. (Sofyan S. Willis. 2013:197-198).
b.
Tujuan latihan
Supaya
klien dapat menyatakan pesannya (perasaan, pikiran, pengalaman) dengan jelas,
alasan yang logis, dan dapat mengilustrasikan perasaan dengan cermat, perlu
konselor dilatih supaya mampu :
1.
Menangkap pesan klien yang samar-samar
alias tidak jelas atau yang meragukan.
2.
Menyusun kalimat yang menjernihkan/
meng-clear-kan (clarifying) pernyataan-pernyataan (pesan-pesan) yang samar-samar,
meragukan, dan tidak jelas.
c.
Materi
1.
Katihan menangkap pesan-pesan yang
samar-samar dan yang jelas.
2.
Latihan menyusun kalimat-kalimat
menjernihkan terhadap pernyataan klien yang samar-samar dan meragukan.
10. Reflection
(refleksi)
Reflection
(refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan
klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya. “tanpaknya anda
jengkel dengan prilaku seperti itu”.
Secara
lebih sederhana, refleksi dapat didefenisikan sebagai upaya konselor memperoleh
informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara
memantulkan kembali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Dalam hal ini,
seorang konselor dituntut untuk menjadi pendengar yang aktif. Hal senada juga
diungkapkan oleh Bolton (2003) yang mengatakan bahwa bahwa mendengar adalah
lebih dari hanya mendengarsaja. Lebih khusus ia mengatakan dalam proses
mendengarkan terdapat unsur menyimak, yang berarti konselor harus memerhatikan
sungguh-sungguh peran yang disampaikan oleh klien. (Namora Lumongga Lubis.
2011: 93-94)
Ada
tiga jenis refleksi yaitu:
1)
Reflecting
feelings (Merefleksi Perasaan)
Pada
refleksi perasaan, konselor mencerinkan kembali perasaan yang disampaikna oleh
klien.
Contoh:
Klien:
saya begitu yakin akan menamatkan sekolah pada usia sekarang. Tetapi saya gagal
menyelesaikannya. Saya merasa bodoh.
Konselor:
jadi, kegagalan itulah yang menyebabkan anda merasa bodoh?
2)
Reflecting
meanings
Apabila
perasaan dan fakta dicmpurkan dalam suatu respons yang akurat, hal inilah
disebut sebagai refleksi makna.
Contoh
:
Klien
: Ibu guru supaya terus menerus bertanya tentang kehidupan saya. Saya tidak
ingin dia melakukan hal itu.
Konselor
: anda merasa jengkel karena dia tidak merespek privasi anda.
3)
Summative
reflections (refleksi sumatif)
Terjadi
suatu refleksi sumatif, bila diungkapkan kembali secara singkat tema dan
perasaan utama yang dieksresikan pembicara selama durasi percakapan yang lebih
lama dari pada yang terlip oleh bentuk refleksi lainnya.
Menurut
Bolton (2002), kalimat-kalimat berikut dapat digunakan untuk memulai refleksi
sumatif: “tema yang selalu anda ulang seperti adalah …” “marilah kita melakukan
rekapitulasi dari dari apa yang sudah kita bicarakan sejauh ini …“saya
memikirkan apa yang anda katakana. Saya melihat suatu pola dan saya ingin
mengeceknya. Anda …”
Ciri-ciri
respons refleksi adalah:
a.
Tidak menilai (nonjudgmental).
b.
Refleksi akurat dari apa yang dialami
oleh pihak yang lain.
c.
Ringkas.
d.
Kadang-kadang lebih banyak dalam dan
pada kata-kata yang terucap.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori sistem
adalah istilah umum mengkonsepkan sekelompok elemen yang saling berhubungan,
misalnya orang yang berinteraksi sebagai satu entitas yang utuh, misalnya
keluarga atau kelompok. Sebagai sebuah konsep, teori sistem “lebih mirip pada
suatu cara berfikir daripada teori yang koheren dan standar”.
Ada
sejumlah pendekatan konseling yang didasarkan pada teori sistem. Salah satunya
adalah teori sistem Bowen, yang dikembangkan untuk membantu orang membedakan
dirinya dari keluarganya
Pendekatan
sistem yang dikemukakan oleh perez (1979) mengembangkan 10 teknik konseling
keluarga, yaitu :
1.
Sculpting
(mematung) yaitu suatu teknik yang mengizinkan anggota-anggota keluarga yang
menyatakan kepada anggota lain, persepsinya tentang berbagai masalah hubungan
diantara anggota-anggota keluarga.
2.
Role
playing (bermain peran) yaitu suatu teknik yang memberikan
peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran tersebut adalah peran orang lain
dikeluarga itu.
3.
Silence (diam) apabila anggota berada
dalam konflik dan frustasi karena ada salah satu anggota lain yang suka
bertindak kejam, maka biasanya mereka datang kehadapan konselor dengan tutup
mulut.
4.
Confrontation
(konfrontasi) ialah suatu teknik yang digunakan konselor untuk mempertentangkan
pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam wawancara konseling
keluarga.
5.
Teaching
via Questioning ialah suatu teknik mengajar anggota
dengan cara bertanya.
6.
Listening
(mendengarkan)
teknik ini digunakan agar pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan
dengan sabar oleh yang lain.
7.
Recapitulating
(mengikhtisarkan) teknik ini dipakai konselor untuk mengikhtisarkan pembicaraan
yang bergalau pada setiap anggota keluarga, sehingga dengan cara itu
kemungkinan pembicaraan akan lebih terarah dan terfokus.
8.
Summary
(menyimpulkan) dalam suatu fase konseling, kemungkinan konselor akan
menyimpulkan sementara hasil pembicaraan dengan keluarga itu. Tujuannya agar konseling
bisa berlanjut secara progresif.
9.
Clarification
(menjernihkan) yaitu usaha konselor untuk memperjelas atau menjernihkan suatu
pernyataan anggota keluarga karena terkesan samar-samar.
10.
Reflection
(refleksi) yaitu cara konselor untuk merefleksikann perasaan yang dinyatakan
klien, baik yang berbentuk kata-kata atau ekspresi wajahnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Lubis Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori
Dan Praktik. Jakarta: Kencana
Willis,
Sofyan S. 2008. Konseling Keluarga
(Family Counseling). Bandung: Alfabeta
_____________.2013.
Konseling Individual Teori Dan Praktek.
Bandung: Alfabeta.
Http://s1pgsd.blogspot.com/2012/11/model-pembelajaran-role-playing.html. Posted on 00:17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar